So, perkembangan sinema dunia agaknya sudah sampai ke konsep meta. Sebuah konsep yang jadi abstraksi dari banyak konsep yang sudah punya nilai klasik buat membangun sesuatu yang baru. Dengan plot yang dipenuhi referensi, tribute ke tema yang diangkat, bahkan kalau perlu dengan menampilkan karakter-karakter yang menjelaskan universe-nya. Bukan dulu konsep itu tak ada, namun sekarang ia sudah berkembang menjadi trend dimana banyak sineas seakan berlomba-lomba memunculkan konsep ini ke dalam karyanya. Di satu sisi, ini adalah kecerdikan luarbiasa dalam penggalian tema, which is very positive, namun jangan lupa, di sisi sebaliknya, penonton yang tak punya referensi, bisajadi akan menilainya beda.
Now welcome ‘Wreck-It Ralph’, animasi klasik non-Pixar ke-52 Disney,
saat sinema animasi pun tak mau ketinggalan menggelar konsep itu. Seperti
‘Toy Story’ yang menggunakan mainan klasik sebagai amunisinya, dibalik universe
videogames, dari era games arcade yang disini kerap disebut ‘ding-dong’, Atari, Nintendo,
Sega sampai Playstation ke videogames dan arcade masa
kini yang lebih canggih, duo penulis Phil Johnston dan Jennifer
Lee, sutradara Rich Moore dari ‘The Simpsons‘ episodes‘, bersama John
Lasseter yang sekarang sudah mengepalai divisi studio animasi Walt
Disney, membawa kita memasuki duniavideogames itu dengan sebuah fantasi
luarbiasa dari teknologi 3D computer animatedmereka. Trailernya sudah
sejak lama menarik perhatian penonton, dengan gimmicksebuah thematic
balance yang bisa dinikmati baik pemirsa belia bersama orangtua yang
bernostalgia dengan masa kecil mereka. Ain’t that grand?
Tak satupun orang yang tahu di kala sebuah arcade game ditutup
setiap malamnya, karakter-karakter di dalamnya hidup dan berinteraksi satu
dengan yang lain, bahkan bisa masuk ke game yang lain. Dalam sebuah game jadul
‘Fix-It Felix, Jr.’, hiduplah seorang Ralph (John C. Reilly), tokoh jahat lawan
karakter utama Felix Jr. (John McBrayer) dari game itu yang gerah dengan
statusnya sebagai seorang villain karena kerap mendapat perlakuan diskriminatif
dari karakter lain. Bersama rekan-rekan lain berstatus sama yang juga
menderita tekanan psikologis, mereka bahkan punya group-therapy yang
berkumpul secara rutin. Tak juga berhasil dengan sesi ini, Ralph memutuskan
untuk meninggalkan dunianya di ‘Fix-It Felix’ demi mencari medali penghormatan
sebagai hero di game FPS (First Person Shooter) ‘Hero’s Duty’ yang jauh lebih
mutakhir, tanpa menyadari kiprahnya sudah melepaskan Cy-Bugs, villain di
game itu menginvasi game lainnya bersama pendaratannya di sebuah kart-racing
game penuh warna, ‘Sugar Rush’. Maka bersama Sersan Jean Calhoun (Jane
Lynch) dari ‘Hero’s Duty’ dan teman barunya di ‘Sugar Rush‘, Vanellope von
Schweetz (Sarah Silverman), glitch (program malfungsi) berupa gadis 9
tahun yang juga tengah melawan dominasi King Candy (Alan Tudyk) disana, Ralph
memulaiquest-nya menjadi seorang hero. Sementara perjalanannya justru jadi
ancaman bagi karakter lain di ‘Fix-It Felix, Jr.’ yang terancam kehilangan
rumah karena lenyapnya karakter villain menyebabkan game itu dinon-aktifkan
oleh pemilik arcade.
See how cool the premise was, dengan imajinasi luarbiasa
akan kehidupan dibalik sebuah layar videogame yang kita mainkan selama ini. Ini
sudah menjadi titik terkuat buat ‘Wreck-It Ralph’ dalam membangun plotnya, yang
secara kontras justru tak dibesut dengan pola pikir childish, tapi malah
dengan pendekatan psikologis ala plot-plot dewasa. Kombinasi ini jadi semakin
besar lagi kala diracik dengan referensi-referensi ala ‘meta’ dengan memunculkan
karakter-karakter klasik videogame. Oh yes, they failed to get ‘Mario
Bros’ dan ‘Luigi’, kabarnya karena Nintendo meminta kompensasi
terlalu gede, but don’t worry. Selain karakter ‘Bowser’ dari ‘Super Mario
Bros‘, masih ada karakter-karakter game klasik lain dari ‘Pac-Man‘, ‘Joust‘, ‘Sonic
The Hedgehog‘, ‘Street Fighter‘ dan masih banyak lagi, hingga lebih dari 100
karakter yang sebagian besarnya tentu sudah dikenal dari lintas generasi setiap
anak yang tumbuh besar sesuai dengan era videogame-nya, lengkap pula
dengan berbagai elemen trik dan hint dalam dialognya.
Lebih dari pendalaman plot dan referensi itu, masing-masing
karakter dan konsep artistiknya juga dikonsep dengan detil atmosfer yang sangat
menekankan crossover beda-beda genre serta tingkat teknologi termasuk
tingkatan desain grafis videogame ke dalam plot-nya. Dan penerjemahan
dari voicecast-nya pun tak kalah sempurna. John C. Reillyyang kerap
menokohkan sosok underdog sebagai Ralph, Sarah Silverman dengan
‘indie awkwardness’-nya menambahkan sisi charming ke karakter Vanellope,
serta Jane Lynchyang, yup, agak macho seperti aslinya, sebagai Sargeant
Calhoun yang jagoan. Sempalan komedi dan adegan-adegan seru-nya juga tak
lantas dilupakan begitu saja. Di luar itu, masih ada pula skor Henry
Jackman bersama lagu-lagu dari Owl City, Rihanna, Kool
& The Gang hingga ‘Sugar Rush’ dari Japanese girl group AKB48.
Meski gimmick 3D-nya tak begitu eyepoppin’, elemen-elemen lain dalam
‘Wreck-It Ralph’ sudah sukses membangun keseluruhan crossover universe itu
dengan rapi.
Terakhir, meski terpisah sebagai bonus di bagian awal,
kredit terbesar yang tak bisa tidak, harus disebutkan, adalah B&W
animated shorts ‘Paperman’ dari John Kahrs. A straight classic
animated shorts yang mengalir indah mengantarkan premis love miracles dibalik
alunan skor Christophe Beck dan teknologi animasi groundbreaking yang
menggabungkancomputer generated dengan traditional hand-drawn
animation. Appetizer yang bahkan nyaris lebih lezat dari hidangan
utamanya sendiri, tapi bukan lantas berarti menenggelamkan ‘Wreck-It Ralph’
jadi sebuah sajian tak berarti. Kenyataan bahwa ia sendiri merupakan salah satu
kandidat animasi terkuat dari semakin banyaknya serbuan film animasi tahun ini,
memang benar-benar sulit untuk ditandingi.
So go set your expectations. Tak peduli Anda masih
menggemari game atau tidak, sejauhvideogame merupakan budaya
yang lazim menjadi teman setiap anak tumbuh besar menuju kedewasaannya, ‘Wreck-It
Ralph’ adalah sebuah perayaan besar bagi mereka semua. Bagi pemirsa belia,
sebuah petualangan seru dalam dunia videogame, and for grown-ups, a
joyful nostalgia. And to those who didn’t grow up with ones, which is
really your loss, just move aside. ‘Wreck-It Ralph’, maaf saja, memang bukan
diperuntukkan bagi Anda.
0 komentar: